Home
Arah Maju
Meretas Jalan Industrialisasi Nasional (Bagian 1)
Kamis, 26 November 2009-18.44 WIB | Inspirasi
Oleh: Lukman Hakim*)
Jakarta(Berdikari Online) - Dalam lima tahun terakhir, tema industrialisasi nasional telah menjadi salah satu isu penting yang diusung gerakan lintas sektor. Pendiskusian tentang berbagai problem masyarakat pada tingkatan gerakan maupun pendapat para ahli telah membawa pada kesimpulan bahwa problem kesejahteraan rakyat Indonesia adalah akibat ketergantungan ekonomi nasional kepada modal asing (kapitalisme/imperialisme/ neoliberalisme).
Sebuah obat penawar bagi kemiskinan rakyat, ternyata malah menyebabkan efek samping berupa kemiskinan; secara makro nampak angka-angka naik, namun secara nilai riil ternyata stagnan atau bahkan turun. Obat itu bernama neoliberalisme dengan segala turunannya.
Kesimpulan itu, dalam proses selanjutnya, mengharuskan adanya pendiskusian yang dalam bagi penemuan jalan keluar yang tepat. Untuk itu, kalangan pergerakan sudah harus memasukkan tema ini dalam diskusi-diskusi reguler mereka, setara dengan pendiskusian soal strategi-taktik, program tuntutan, dan sebagainya.
Akhirnya, program industrialisasi nasional muncul sebagai salah satu antitesa terhadap kehancuran industri dalam negeri akibat neoliberalisme. Disamping itu, tema ini juga untuk menjawab tuntutan soal kesejahteraan rakyat. Lebih jauh lagi, industrialisasi nasional masuk dalam ranah perjuangan menuju sosialisme, sebuah tatanan baru yang menghendaki peningkatan taraf produksi dan tenaga-tenaga produktif. Pada tahap paling awal, ini sudah muncul dalam proposal Partai Rakyat Demokratik (PRD), kemudian dilanjutkan oleh Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas)-sebuah partai aliansi elektoral untuk merespon pemilu 2009. Dalam program Papernas, yang kemudian disebut sebagai "Tri Panji Persatuan Nasional", masalah industrialisasi nasional masuk sebagai trigger program perjuangan. Setelah itu, elemen lain seperti aliansi buruh menggugat (ABM) juga mengusung issue penguatan industri nasional. Secara umum elemen kalangan pergerakan tidak menyangkal atas kesimpulan ini.
Barangkali, sebagai bahan pengantar, perlu ada tinjauan historis soal dinamika gerakan dalam mengemban program dan tuntutan hingga sampai pada titik kesimpulan sakarang ini. Pada era orde baru, program perjuangan utama yang diemban adalah pendobrakan terhadap sistem otoriter, dengan pukulan utama pada paket 5 UU Politik dan Dwifungsi ABRI. Tujuanya adalah agar ruang demokrasi tercipta dan terbuka lebar. Maka, pada saat itu, materi bacaan diskusi dan bahan bahan lain diabdikan untuk memperkuat konsep-konsep politik/demokrasi alternatif yang menguntungkan bagi rakyat. Combat area (medan pertempuran) pada masa itu adalah perlawanan terhadap rejim otoriter yang militeristik. Pada era ini, perdebatan soal konsep-konsep ekonomi alternatif yang lebh praktis nyaris tak ada peluang karena belum ada basis materialnya.
Pada tahun 1998, badai reformasi menghempas barikade dan benteng kediktatoran. Ruang demokrasi terbuka lebar bak lantai dansa nan luas tergelar hingga pelosok negeri, rakyat menari-nari dengan satu ritme: reformasi. Konsep demokrasi multi-partai pun menemukan momentum yang tepat. Konsep-konsep yang lebih praktis mulai disusun, guna memberikan alternatif jalan keluar bagi rakyat, sekaligus bertarung dengan sisa orba dan reformis gadungan. Namun secara terperinci konsep-konsep tersebut belum menjadi isu gerakan yang luas. Selanjutnya, seiring dengan dimulainya milenium baru, penggalangan front persatuan multi-sektoral mulai digalakkan. Analisis terhadap problem-problem pokok dan mendesak rakyat mulai diintensifkan secara bersama-sama. Strategi-taktik didiskusikan bersama-sama dalam rapat-rapat aliansi dan koalisi. Kesepakatan-kesepakatan diturunkan ke dalam rangakaian tuntutan aksi-aksi bersama.
Secara objektif, era ini sungguh jauh berbeda dengan era orde baru, terutama pada tingkatan politik. Era ini adalah era politik liberal; demokrasi liberal. Situasi politik yang demikian memberi peluang bagi terciptanya combat area yang lebih luas dengan batasan ring yang samar pula. Sehingga sangat membutuhkan kejelian dan keluwesan dalam mengambil langkah taktik dan strategi serta penentuan program-programnya. Salah sedikit saja, akan terpelanting kedalam kubang pragmatisme, yang telah menelan banyak korban dari pihak gerakan. Demikianlah sekiranya dapat memberi gambaran alur hingga muncul kesimpulan diatas.
Perlu disadari pula, bahwa kebutuhan akan adanya industri nasional yang kuat juga muncul di luar gerakan, semisal pada kalangan pelaku industri kecil-menengah yang tengah berhadapan langsung dengan praktik neoliberalisme. Bahkan KADIN mengaku telah menyusun roadmap industri nasional. BAPPENAS juga memiliki konsep serupa.Terlepas bagus dan tidaknya isian dari kedua konsep tersebut, hendaknya dapat memberi dorongan yang kuat agar gerakan juga melakukan hal yang sama, agar menjadi alternatif bagi keduanya jika ternyata keduanya mengingkari hak rakyat.
Akhirnya, industrialisasi nasional tidak boleh menjadi sekedar isu picisan yang cuma keluar pada aksi-aksi massa dan di forum-forum diskusi semata. Penguatan industri nasional bukanlah jargon dan slogan semata, juga bukan pelengkap-pemanis dari program sektoral, juga bukan agar tampak tampil lebih maju. Namun ia harus muncul dalam bentuk konsep yang menyeluruh, yang dapat dinikmati dan diyakini oleh masyarakat sebagai jalan keluar yang kongkrit,logis, realistik, dan reachable. Dengan kata lain bukan hanya berupa pintu kaca nan mewah yang terkunci.
Pada kesempatan ini, pemaparan tidak akan terikat pada satu teori tertentu, tujuanya agar cakrawala lebih luas dan tidak terjebak pada dogmatisme. Sehingga dapat menjadi lanjutan yang kongkrit dari capaian-capaian yang telah ada. Tentu saja tidak untuk dikukuhkan sebagai final analysis, namun sebaliknya agar dapat memberi pancingan pendiskusian lanjutan. Harapannya, dapat terwujud konsep industrialisasi nasional yang detail, ilmiah sebagai jalan menuju bangunan industri nasional yang kokoh, mandiri dan bervisi kesejahteraan nasional.***
*) Penulis adalah ketua I Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (PRD), sekaligus pengurus pusat Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia(FNPBI)
0 komentar: on "Meretas Jalan Industrialisasi Nasional (Bagian 1)"
Posting Komentar